Benteng adalah salah satu bagian identik dalam kawasan kerajaan, terutama saat perang. Benteng jadi kawasan perlindungan bagi kerajaan termasuk keraton Buton.
Keraton Buton di daerah Bau-Bau, Sulawesi Tenggara punya benteng seluas lebih dari 22 hektare dengan panjang 2.740 meter. Saat ini benteng keraton Buton mengelilingi perkampungan adat asli Buton berisi 537 kepala keluarga dengan 1.098 jiwa.
Benteng keraton Buton ini mendapatkan predikat benteng terluas di dunia dari Rekor Dunia Indonesia dan Guiness Book of Record di tahun 2006. Benteng Buton lebih luas daripada benteng kerajaan Denmark. Benteng ini dipelihara oleh warganya dengan baik. Rumah di dalam kawasan benteng juga masih menggunakan model rumah panggung dengan arsitektur adat Buton.
Selain arsitektur rumah, peninggalan sejarah Kesultanan Buton lain yang bisa ditemukan adalah batu Popapua. Batu ini adalah batu yang disakralkan karena menjadi tempat pengambilan sumpah para aja atau Sultan Buton. Juga ada batu Wolio yang dianggap sebagai simbol kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Batu Wolio berwarna biru gelap dan besarnya seperti seekor lembu yang sedang duduk berkembang.
Benteng Keraton Buton punya 12 pintu gerbang dengan 16 pos jaga. Dan di tiap pintu gerbang, ada empat hingga enam meriam. Benteng ini juga dilengkapi dengan gudang mesiu yang disebut godana-oba gudang peluru di sebelah kiri.
Benteng keraton Buton dibangun oleh Sultan ke-4 Kesultanan Buton, Dayanu Ikhsanuddin (1507-1631) karena rakyat Buton menerima banyak serangan bajak luat. Untuk menghalau serangan, benteng dibangun dengan 16 pos jaga. Angka 16 ini dianggap angka kehidupan.
Filosofi angka 16 diambil dari dari masa janin ditiupi roh oleh Tuhan yaitu di hari ke 160. Dengan itu, benteng diharapkan menjamin kehidupan di dalam benteng. Benteng ini dibangun dalam kurun waktu 13 tahun. Pengerjaannya melibatkan semua kaum pria yang berada di wilayah Kesultanan.